Kamis, 29 Agustus 2019

KEUANGAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM


KEUANGAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
ASRI WULAN SARI
EKONOMI ISAM 2017B
17081194028
A.    Konsep Islam Tentang Negara
Banyak gagasan dri para pemikir barat yang ditemukan selama zaman yunani sampai saat ini yang membahas mengenai konsep negara. Dalam ranah pemikir politik islam pun juga memiliki tokoh-tokoh yang sudah muncul pada saat abad klasik, abad pertengahan, hingga modern. Diantaranya seperti Al-Farabi, Al-mawardi, Al-Ghazali yang mampu menjadi pemikir politik di abad klasik dan pertengahan, sedangkan di era modern juga terdapat tokoh yang terkenal seperti, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha, Muhammad Iqbal, dan tokoh-tokoh lain yang tak kalah hebatnya.
Muhammad Rasyid Ridha mengatakan bahwa inti dari knp negara islam adalah Syariah, dimana kekeuasaan diperlukan ntuk mwujukan segala tjuan dan mengimplementasikannya. Sedangkan menurut Fazlur Rahman akan anga memungkinkan bahwa konsep negara islam di negara satu degan yang lain memiliki beberapa perbedaan dalam konsep karena hasil ijtihad dari masing-masing mujtahid negara berbeda dalam mengimplementasikannya. Meskipun memiliki perbedaan konsep tetapi poin peningnya yakni tidak ada konsep yang melanggar aturan Allah SWT.

B.     Fungsi Negara dala Mengelola Sektor Publik Menurut Islam
Fungsi negara dalam mengelola ekonomi dan publik menurut islam ada 3 yaitu :
1.      Fungsi Alokasi
Adapun peran alokasi Negara pada saat masa rasulullah dan masa kekhalifahan dimana al-hisbah memiliki peranan yang sangat baik, diantaranya :
a.       Menegakkan peraturan syariat mulai dari ibadah sampai dengan etika Negara kemasyarakatan.
b.      Berperan dalam tata kelola Negara, serta dapat melengkapi fasilitas umum untuk layanan sector public
c.       Dapat mengontrol kegiatan pasar, sekaligus memastikan berlangsungnya syariat ditengah-tengah proses kegiatan pasar.
Tujuan utama dari kegiatan alokasi ini yakni untuk bisa memastikan pemanfaatan sumber daya secara optimal sehingga diharapkan kebutuhan hidup keseluruhan masyarakat dapat terpenuhi secara adil dan efisien.
2.      Fungsi Distribusi
Memiliki beberapa aspek yang harus dipenuhi oleh Negara untuk menjalankan fungsi pada kegiatan distribusinya, yakni :
a.       Melarang adanya konsentrasi kekayaan dan ekploitasi.
b.      Penentuan standar public mengenai kebutuhan minimum.
c.       Mengutamakan kepentingan sosial disbanding kepentinga pribadi,
d.      Kebijakan yang mengutamakan sector rill dam melarang penggunaan suku bunga yang mengandung unsur ribawi.
3.      Fungsi Stabilisasi
Adapun bentuk dari stabilisasi dalam islam itu sendiri yakni terjadinya penegakan keadilan di tengah-tengah masyarakat yang berarti bahwa penggunaan hukum sudah benar-benar dijalankan secara maksimal sehingga terciptanya keadilan bagi masyarakat. Sehingga tidak terdapat perbedaan hukum diantara penguasa dan masyarakat biasa.
C.     Keuangan publik dalam Islam
Didalam islam sendiri konsep keuangan publik telah ada sejak zaman nabi Muhammad SAW dan berkembang seiring pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan negara islam pada waktu lampau. Konsep keungan publik dalam islam secara sederhana termaktub dalam Q.S Al Maarij (70) 24-25 yang mempunyai arti :
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”
Pada saat ayat itu turun islam belum menjelma menjadi sebuah negara, namun konsep perintah menyantuni orang miskin yang termaktub didalam ayat tersebut merupakan gambaran bahwa sumber daya yang dimiliki manusia harus dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan umum (orang lain).
a.         Keuangan Publik Islam Dalam Kerangka Historis
·         Keuangan publik masa Rasulullah
Dalam Kaaf, 2002 dinyatakan pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, daulah memiliki struktur administrasi dengan kewenangan di bidang politik sederhana, diantaranya yakni:
1.      Kepala negara, dalam hal ini yakni Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dibantu para wazir beliau;
2.      Amirul jihad, dalam hal ini Rasulullah pernah turun langsung seperti dalam rangkaian perang ghazwah, meskipun tidak dalam perang saraya;
3.      Industri, yakni semisal dalam pembuatan mimbar, dsb;
4.      Peradilan, termasuk diantaranya yakni hisbah;
5.      Baitul mal, yakni lembaga yang memiliki kewenangan dalam kaitan dengan pendapatan & pembelanjaan negara
·         Keuangan masa Khulafaur Rasyidin
1.  Masa Khalifah Abu Bakar As-sidiq
                        Pada tahun pertamanya, Abu Bakar menyelesaikan permasalahan terkait dengan keuangan publik semisal dalam memerangi riddah, nabi palsu dan juga orang-orang yang enggan membayar zakat. Beliau termasuk orang yang penghitungan dan pengumpulan zakat untuk kemudian ditampung dalam Baitul Mal.
Pada tahun kedua, beliau mengembangkan fungsi dari Baitul Mal, yakni di samping sebagai sarana untuk mengelola harta umat juga sebagai tempat penyimpanan harta negara. Beliau menyiapkan tempat khusus untuk menyimpan harta yang akan dikirimkan ke Madinah agar aman. Hal tersebut berlangsung sampai ia wafat.
2.  Masa Khalifah Umar bin Khattab
Dalam keterkaitan dengan hal ini, maka terdapat beberapa hal penting. Diantaranya yakni sebagai berikut:
a)      Baitul Mal, yang mana di dalamnya sudah terbentuk beberapa departmen seperti departmen pelayanan militer, departmen kehakiman dan eksekutif, departmen pelayanan dan pengembangan islam dan departmen jaminan sosial;
b)      Kepemilikan tanah, yang mana dimaksudkan agar membantu dalam memutuskan tanah-tanah sebagai fa’i;
c)      Zakat dan ‘Ushr. Menurut Abu Ubaid, khalifah Umar membedakan zakat dari pegunungan dan ladang untuk zakat madu. Pemberlakukannya, 1/20 bagi jenis pertama dan 1/10 bagi jenis kedua;
d)     Pembayaran sedekah oleh non-muslim. Umar memberlakukan jizyah atas bani Taghlib, akan tetapi mereka menolak dan sebagai gantinya maka mereka pun membayar sedekah ganda;
e)       Mata uang, dalam hal ini khalifah Umar menetapkan bahwa 1 dirham setara dengan 14 qirat atau 70 grain barley;
f)       Klasifikasi pendapatan negara, yakni dalam keterkaitan dengan pendapatan Baitul Mal. Pembagiannya sendiri yakni terdiri atas zakat dan ushr; khums dan sedekah; kharaj, fa’i, jizyah dan sewa tetap tahunan tanah; serta pendapatan yang diterima dari sumber lainnya;
c)      Pengeluaran, dalam hal ini diperuntukkkan bagi pensiunan pegawai kemiliteran dan pensiunan pegawai sipil
3.      Masa Khalifah Utsman bin Affan
Pada masa kepemipinan beliau, pejabat perbendaharaan yang diberikan tugas bersifat independen sehingga memiliki kewenangan untuk mengontrol pengeluaran dana para pejabat dan gubernur di wilayah terkait. Pada masa beliau sempat terjadi perseturuan antara Sa’ad bin Abi Waqosh dengan Ibnu Mas’ud yang berakhir dengan pemecatan Sa’ad. Beliau tidak pernah mengambil gaji beliau dari Baitul Mal, memerdekan budak setiap hari jum’at dan menjamin kehidupan janda dan yatim piatu.
2.     Masa Khalifah Ali bin abi Thalib
           Pada masa pemerintahan beliau, Baitul Mal kembali pada posisinya sebelumnya dan juga ia mendapatkan santunan dari baitul mal berupa pakaian, meskipun tidak dapat memenuhi tubuhnya secara penuh. Seluruh pendapatan baitul mal didistrubusikan ke seluruh provinsi yang ada di Madinah, Basrah dan Kuffah.
          Selain itu, pada masa kekhalifahan beliau juga telah dicetak mata uang koin dengan nama negara islam. Akan tetapi, sayanganya meskipun begitu koin yang telah dicetak tidak berhasil beredar luas dikarenakan pada tahun ke-6 pemerintahannya, beliau dibunuh oleh seseorang yang bernama Abdurrahman bin Muljam al-Himyari.

·         Keuangan publik masa Dinasti Umayyah
Dalam Muhtadi, 2009 yakni dari sekian banyak khalifah yang berkuasa di masa dinasti umayyah, yang paling mencolok yakni pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz yakni dengan beberapa kebijakan terkait keuangan publik sebagai berikut:
1)      Mengembalikan zakat sebagai sumber utama pendapatan negara
a.       Menyalin dokumen Nabi terkait dengan zakat;
b.      Memperbaiki tata kelola zakat dengan rapi
2)      Optimalisasi pendapatan khara
a.       Perbaikan lahan pertanian
b.      Penghentian terhadap privatisasi tanah kharaj
c.       Beban kharaj yang adil nan fleksibel
3)      Penetapan jizyah yang bersifat relatif tinggi
4)      Kebijakan perpajakan yang adil
a.       Menghapus pajak yang tidak syar’i
b.      Penerapan prinsip keadilan dalam pemungutan pajak
5)      Pemberantasan korupsi dan nepotisme
a.       Mengembalikan madzalim
b.      Melakukan pemberantasan korupsi
c.       Pelarangan bisnis pejabat negara
d.      Pelarangan pejabat untuk menerima hadiah
e.       Pemberantasan kerja paksa
f.       Pelarangan dalam pemanfaatan harta milik negara
6)      Gerakan penghematan, efisiensi dan memangkas birokrasi

·         Keuangan publik masa Dinasti Umayyah
 Dari sekian banyak khalifah yang berkuasa pada masa dinasti Abbasiyah, terdapat dua nama yang berhasil membawa pada kejayaan yakni khalifah Harun ar-Rasyid dan al-Ma’mun. Kemajuan yang dialami yakni dalam bidang perekonomian, pertanian dan perdagangan sehingga menjadikan kota Baghdad sebagai kota metropolitan dengan gedung-gedung tinggi yang berdiri, sarana peribadatan terbesar, menjamurnya saran pendidikan hingga fasilitas kesehatan gratis juga diberikan.
    Sementara itu, di bidang administrasi terdapat pembentukan diwan baru. Diwan baru tersebut diantaranya yakni sebagai berikut:
1)      Diwan al-Syurta, berperan dalam menjamin dan memelihara keamanan, harta dan nyawa masyarakat.
2)      Diwan al-sawafi, berperan dalam tanggung jawab atas urusan harta kerajaan
3)      Diwan diya’, berperan dalam mengurusi kekayaan pribadi kepala negara
4)      Diwan al-nazri fi al-mazalim, berperan dalam mengajukan banding atas ketidakadilan
5)      Diwan al-Azimah, berperan dalam menjaga kelancaran roda pemerintahan dan mengaudit kegiatan pusat ataupun daerah
6)      Diwan al-atha’, berperan dalam mengurusi dan mengatur harta-harta hibah dan penyimpangan dalam penerimaan dan pengeluaran harta hubah tersebut
7)      Diwan al-sirr, berperan dalam mengurusi tentang bada intelijen negara, termasuk diantaranya mata-mata
8)      Diwan akriha, berperan dalam mengurusi irigasi, kanal air dan sanitasi

b.        Sumber Penerimaan Keuangan Publik Dalam Islam
1)                  Menurut Ibnu Taimiyah
Dalam Anas, 1983 yakni Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa sumber penerimaan keuangan publik meliputi tiga hal utama yakni sebagai berikut:
a)      Ghanimaah, yakni harta rampasan perang yang mana diperoleh dari orang-orang non-muslim selepas perang usai;
b)      Shadaqah, yakni zakat yang dikenaakn atas kekayaan muslim tertentu. Termasuk kategori ini yakni zakat hasil panen yang dipungut dari hasil panen biji-bijian maupun buah-buahan; zakat atas hewan ternak semacam unta, domba ataupun sapi; zakat atas barang dagangan; dan zakat atas dua logam mulia yakni emas dan perak;
c)      Fa’i, yakni seluruh penerimaan selain ghanimah dan zakat dapat dikategorikan sebagai fa’i.
2)                 Menurut Abu Ubaid
Dalam Haritsi, 2006 yakni oleh Abu Ubaid, sumber penerimaan keuangan publik terdiri atas enam hal, dengan perincian yakni sebagai berikut:
a)      Shadaqah/zakat
Shadqah disini yakni yang bersifat wajib
b)      Fa’i
Fa’i disini berarti sesuatu yang diambil dari kata dzimmah perdamaian atas jizyah dari mereka, yang sebab itu jiwa mereka dilindungi dan dihormati.
c)      Kharaj
Kharaj disini berarti penghasilan yang diperoleh dari tanah taklukan kaum muslimin yang dilakukan secara damai yang mana pemilik tanah menawarkan tanah tersebut untuk dikelola sebagai pengganti biaya sewa tanah;
d)     Jizyah
Jizyah yang dimaksudkan disini yakni dalam artian bahwa terdapat pajak tahunan yang harus dibayarkan oleh non-muslim, seperti ahli kitab guna perlindungan jiwa, properti, ibadah dan harta ataupun budak yang tinggal di wilayah tersebut;
e)      Khumus
Khumus disini dalam artian 1/5 ghanimah dari harbi, rikaz dan luqathah. Adapun maksudnya yakni khumus itu diperoleh dari tiga sebab diantaranya yakni karena sebagai ghanimah, penambangan dan harta yang terpendam (rikaz) dan harta yang dipendam.
f)       ‘Usyr
‘Usyr disini maksudnya yakni 1/10 daripada zakat pada tanaman atau buah-buahan ataupun juga bisa berarti sesuatu yang diambil dari harta kafir dzimmi yang melintas untuk perniagaan.

c.         Pembelanjaan  Penerimaan Keuangan Publik
Abu Ubaid melalui kitab al-Amwalnya membahas secara detail serta trasnparan terkait pendistribusian dan pembelanjaan dari penerimaan keuangan pulbik.[1]Karim (2006) menyebutkan pendapat Abu Ubaid mengenai kaidah mendasar dalam membatasi orang yang berhak atas kekayaan publik. Beliau mengutip pendapat Umar yang diriwayatkan dari Aslam, Umar berkata “Telah berkata Umar ra bahwa tidak seorang muslim kecuali hak atas harta menerima atau menolak, setelah itu Umar membacakan surah (al-Hasyr : 7-10) dan berkata Umar: ayat ini memuat semuanya (manusia) dan tidak tersisa seorang muslim kecuali ia mendapat hak akan harta itu (harta fa’i). Menurut riwayat Ibnu Syibah bahwa ketika Umar membentuk dewan membagi para istri Rasulullah saw yang dinikahi 12.000 dirham, bagian juwairiyah dan shafiyah 6.000 dirham (karena keduanya fa’i dari Allah untuk Rasul-Nya) kaum muhajirin syahid Badar masing-masing 5.000 dirham dan kaum anshar yang syahid 4.000 dirham”.
Selanjutnya perihal zakat, diambil dari mereka yang kaya lalu dikembalikan kepada yang membutuhkan melalui delapan golongan yang disebut dalam Al-Quran yakni delapan golongan asnaf. Lalu untuk pendistribusian pengeluaran dari penerimaan berupa khumus ( khumus, ghanimah, barang tambang, rikaz, dan lainnya) maka sesuai dengan ketentuan Rasulullah yakni dialokasikan untuk kesejahteraan publik sepert kesejahteraan anak-anak, santunan yatim piatu, korban bencana dan lain sebagainya.







Rabu, 28 Agustus 2019

TEORI UMUM TENTANG ZAKAT

TEORI UMUM TENTANG ZAKAT
            Zakat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat muslim yang mampu karena termasuk kedalam rukun islam ke-3. Zakat hanya diberikan kepada orang-orang tertentu yang berhak menerimanya aau disebut mustahiq yakni fakir, miskin ,amil ,muallaf ,gharim , ibnu sabil , fisabilillah, firiqab.
            Ketentuan berzakat juga diatur di dalam kitab suci Al-Qur’an seperti pada Surah Al-Imran : 92 yang berbunyi : “Kamu sekali-kali tidak meraih kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentang hal itu.”
            Zakat ibagi menjadi 2 jenis yakni Zakat fitrah dan zakat Maal. Zakat fitrah sendiri adalah zakat yang wajib dikeluarka menjelang hari Raya Idul Fitri bagi umat muslim yakni sebesar 1 sho’/2,5kg. Sedangkan Zakat Maal yakni mengeluarkan sebagian harta mat islam yan telah mencapai nisab dan hauluntuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.
            Dalam berzakat juga harus memenuhi syarat dan rukunnya agar dapat dikatakan sah. Rukun zakat yakni muzakki, mustahiq, dan harta yang dizakatkan sedangkan syarat zakat yakni beragama islam, merakal sehat & dewasa, Merdeka, Mlik Sendiri, da bebas dari hutang.
            Zakat dikeluarkan dengan tujuan agar dapat membantu mengangkat derajat orang yang berhak menerima zakat, mengurangi kesenjangan ekonomi, menghilangkan sifat sombong,iri, dan dengki dsb/
            Zakat sendiri berbeda dari pajak dilihat dari peruntukannya dimana zakat dikeluarkan sebagai kewajiban bagi setiap umat muslim yang mampu yang mana terdapat sanksi langsung dari Allah SWT sedangkan pajak dikeluarkan dan diperuntkan oleh selru masyarakat dan tidak memandang status agama yang sanksinya langsung dari pemerintah terkait. Selain itu zakat berlandaskan Al-qur’an, As-sunnah, ijma’ dan qiyas dengkan pajak berlandasan aturan pemerintah. Perbedaan lainnya yakni zakat itu hanya mengikat kepada umat muslim yang mampu yang mana idalamnya mengandung nilai agama, sosial dan kesejahteraan bersama sedangkan pajak tidak memandang kasta yang maa mengikat bagi semua kalangan baik yang mampu ataupun tidak.